Halal Bihalal Tradisi Asli Indonesia Yang Penuh Makna

16 April 2024, 23:00 WIB
Halal Bihalal Tradisi Asli Indonesia Yang Penuh Makna /

MUDANESIA - Makna Halal Bihalal adalah "bersih dan menyapa", yang bermakna membersihkan hati dari dendam, rasa sakit hati, atau kesalahan yang pernah dilakukan. Selain itu, Halal Bihalal juga merupakan wadah guna mempererat tali silaturahmi untuk menjaga keharmonisan antara individu atau kelompok.

Halal Bihalal salah satunya menempel pada hari Raya Idul Fitri. Biasanya Halal Bihalal dilakukan dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga, saudara, dan kerabat. Pada acara Halal Bihalal, tiap orang akan saling memaafkan dan bersalam-salaman.

Halal Bihalal menjadi tradisi yang terus berkembang hingga saat ini. Dan saat ini Halal Bihalal juga dikemas dalam bahasa lain yaitu "open house", dimana sebuah rumah atau instansi mengundang orang untuk datang bersilaturahmi.

Baca Juga: Mempererat Tali Silaturahmi Toyota Kijang Bandung Community (TKBC) Member Panjalu Gelar Kegiatan Camping

Halal Bihalal ternyata memiliki sejarah sendiri di Indonesia. Tradisi ini merupakan tradisi asli Indonesia yang tak dapat ditemukan di negara-negara lain. Seperti apa sejarah Halal Bihalal dan apa maknanya?

Halal Bihalal memang terdengar seperti berasal dari bahasa Arab. Halal Bihalal sebenarnya berasal dari kata serapan 'halal' dengan sisipan 'bi' yang berarti 'dengan' (bahasa Arab) di antara 'halal'. Namun, Halal Bihalal sebenarnya bukan berasal dari Arab, melainkan merupakan tradisi yang dibuat di Indonesia.

Kata Halal Bihalal bahkan sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. (KBBI), Halal Bihalal berarti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, dan biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang. Halal Bihalal juga diartikan sebagai bentuk silaturahmi.

Ada sejumlah versi asal usul istilah Halal Bihalal. Istilah Halal Bihalal berasal dari kata 'alal behalal' dan 'halal behalal'. Kata ini masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud 1938.

Baca Juga: Arah Timur Masih di Dominasi Arus Lalu Lintas Silaturahmi Lebaran

Dalam kamus ini alal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa). Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).

Salah satu versi asal usul Halal Bihalal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948. K.H. Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. K.H. Wahab memperkenalkan istilah Halal Bihalal pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.

Atas saran K.H. Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara guna menghadiri silaturahim yang diberi judul 'Halal Bihalal.' Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja.

Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan Halal Bihalal.

Halal Bihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini Halal Bihalal menjadi tradisi di Indonesia.

Baca Juga: Gerak Jalan Santai Yayasan Amanah Putra Insani Pererat Tali Silaturahmi Warga Kab. Bandung

Halal Bihalal tidak dapat diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah 'halal' berasal dari kata 'halla' dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).

Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik kesimpulan makna Halal Bihalal adalah kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Tradisi serupa dengan Halal Bihalal diyakini sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, setelah salat Idulfitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di Balai Istana.

Pada pertemuan ini diadakanlah tradisi sungkem atau saling memaafkan. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah Halal Bihalal.

Sampai saat ini istilah Halal Bihalal menjadi satu nama yang mengawali kegiatan, diantaranya setelah umat Muslim merayakan hari Raya Idul Fitri, dan tidak terkecuali di sekolah-sekolah pun awal masuk setelah libur Idul Fitri maka hari pertama diisi dengan kegiatan Halal Bihalal.***

Editor: Tatos Ridwan A. Fauzi

Sumber: Mudanesia

Tags

Terkini

Terpopuler