Pakar Psikologi Forensik: Penegak Hukum dan Masyarakat Harus Paham Bedanya Bullying dan Ragging

- 24 Februari 2024, 18:00 WIB
Pakar Psikologi Forensik : penegak Hukum dan Masyarakat Harus Paham Bedanya Bullying dan Ragging
Pakar Psikologi Forensik : penegak Hukum dan Masyarakat Harus Paham Bedanya Bullying dan Ragging /Istimewa/

MUDANESIA - Pihak kepolisian harus dapat memahami perbedaan antara tindakan ragging dan bullying terkait kasus Arlo Febrian, korban dari tindakan bully Geng Tai di salah satu lembaga pendidikan yang juga menyeret anak artis Vincent Rompies.

Hal tersebut di sampaikan
oleh Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya kepada media seperti yang di lansir Antara pada Sabtu (24/2/2024)

Menurut Reza, Kekerasan siswa terhadap siswa lain tidak selalu berupa bullying. Di titik ini Polisi patut mencermati secara spesifik yang mana bullying dan mana ragging. Di akui istilah ragging sendiri tampaknya memang belum akrab di telinga para penegak hukum apalagi masyarakat.

Ragging sendiri belum ada persamaannya dalam kamus bahasa Indonesia. Jika bullying diterjemahkan sebagai perudungan. Namun, baik bullying maupu ragging sama sama berkonotasi suatu suatu perilaku yang tidak baik atau tindakan yang menyinggung seseorang atas kekurangan hingga kesalahan orang tersebut.

Pakar Psikologi Forensik ini menjelaskan, ragging adalah tindakan seorang anak atau siapapun dengan sengaja mendekati geng yang dikenal urakan atau liar agar bisa bergabung ke dalamnya. Orang atau anak tersebut tahu bahwa setiap anggota baru akan dikenai perlakuan tidak senonoh dan beragam tindak kekerasan lainnya.

Reza menambahkan, jika orang atau anak tersebut tertarik dan akhirnya bergabung. Maka orang atau anak tersebut akan melakukan suatu ritual atau seremoni kekerasan yang memang merupakan identitas atau budaya geng itu sebagai tanda pengakuan geng terhadap anak atau orang tersebut.

"Nah, Kalau kronologinya sedemikian rupa, maka kekerasan yang menimpa anak tersebut tidak bisa serta-merta dikategori sebagai bullying. Itu ragging," jelas Reza.

Reza melanjutkan, dalam bullying dikotomi pelaku dan korban sangat jelas. Sedangkan dalam ragging, relasi antar anak atau seseorang tadi tidak lagi hitam putih. Apalagi jika si anggota baru bertahan dalam geng tersebut, maka ia pun sesungguhnya bukan korban.

"Mindset-nya adalah ia secara sengaja melalui "masa belajar" untuk kelak menjadi pelaku kekerasan pula," ujarnya.

Bahkan betapa pun si anggota baru babak belur, tetap saja anak atau seseorang tadi awalnya bukan korban bullying. Kecuali andai saat dipukuli si anggota baru itu merasa sakit, tak sanggup bertahan, ingin berhenti, apalagi jika ia minta agar tak lagi digebuki, namun anggota-anggota lama terus menghujaninya dengan pukulan, maka pada saat itulah ragging berubah menjadi penganiayaan.

Reza menambahkan, baik bullying maupun ragging, keduanya memang harus disetop. Namun dengan mengidentifikasi secara akurat apakah kejadian yang polisi tangani sesungguhnya merupakan bullying atau ragging, proses penegakan hukum akan berjalan tepat sasaran.

Selain itu, Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengharapkan masyarakat harus bisa bisa memahami Ragging dan Bullying ini agar bisa paham apa yang sesungguhnya terjadi. Agar tidak muncul simpati yang salah sasaran.***

Editor: Alif Niyu Ramdhan Rusyadi

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x