Kejujuran Intelektual dan Kejujuran Moral

- 7 Mei 2024, 14:00 WIB
 Dr. Rd. Ahmad Buchari, S.IP., M.Si. Dosen FISIP UNPAD Dan Ketua Lembaga Hikmah Kebijakan Publik PW Muhammadiyah Jabar
Dr. Rd. Ahmad Buchari, S.IP., M.Si. Dosen FISIP UNPAD Dan Ketua Lembaga Hikmah Kebijakan Publik PW Muhammadiyah Jabar /

MUDANESIA - ‎“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan ‎hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (At Taubah: 119)‎

Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana. Demikian ‎sebuah ungkapan bijak menuturkan. Ya, kejujuran adalah sebuah sikap yang ‎menunjukkan jati diri seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang senantiasa ‎bersikap jujur baik dalam ucapan maupun tindakan, meskipun pahit dan ‎beresiko, bisa dipastikan bahwa dia memiliki integritas moral yang baik.‎

Dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad SAW pernah ‎menegaskan, "Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu ‎menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan jalan menuju ‎surga." (HR. Bukhari)‎.

Islam sangat menjunjung tinggi kejujuran. Dalam Islam, sikap jujur ‎‎(shidiq) bahkan menjadi salah satu sifat mutlak seorang Nabi atau Rasul. ‎Orang-orang yang berlaku jujur (shiddiqin), dalam Al-Qur'an disandingkan ‎dengan para Nabi, orang-orang yang mati syahid (syuhada) dan orang-orang ‎sholih.‎

Sebaliknya, kebohongan adalah awal dari sebuah kehancuran. ‎Seseorang yang sudah biasa berbohong, baik dalam ucapan maupun tindakan, ‎pada hakekatnya tengah menjerumuskan dirinya dalam kehinaan. Dia sedang ‎menggali kuburnya sendiri. Karena, serangkaian tindak kebohongan yang dia ‎lakukan, lambat laun pasti akan terbongkar juga. Ibarat kata, sepandai apa ‎pun seseorang menyembunyikan bangkai, lama kelamaan akan tercium juga ‎baunya.‎

Kalau kita lihat dan amati kondisi saat ini, tampaknya kejujuran sudah ‎menjadi barang langka. Demi menjaga citra diri di hadapan publik, dengan ‎dalih gengsi, karena alasan ingin di’anggap’ oleh orang lain, seringkali ‎manusia-manusia modern dewasa ini tidak jujur pada diri sendiri, lebih-lebih ‎kepada orang lain. Mereka lebih senang memakai topeng, daripada ‎menunjukkan wajah aslinya. Padahal, semakin lama topeng-topeng tersebut ‎mereka kenakan, semakin jauh mereka dari jati diri mereka sesungguhnya. ‎Dan, hakekatnya semakin menyiksa diri mereka sendiri karena harus hidup ‎dalam kepura-puraan.‎

Orang-orang yang ingin dianggap sebagai orang kaya, misalnya, ‎padahal kenyataannya bertolak belakang dengan kehidupan mereka ‎sesungguhnya, akan bersikap dan bertindak seolah-olah sebagai orang kaya. ‎Semakin dia memaksakan diri mengikuti gaya hidup orang kaya, semakin ‎tersiksa pikiran dan jiwanya. Karena dia harus berpikir keras bagaimana dapat ‎memenuhi tuntutan seolah-olah menjadi orang kaya.‎

Para pedagang, yang hanya menjalankan usaha atau bisnisnya ‎dengan tujuan komersial, yakni menangguk untung sebanyak-banyaknya ‎dengan menghalalkan segala cara, tanpa mengindahkan nilai-nilai moral ‎‎(agama), akan sangat mudah berlaku tidak jujur alias berbohong. Tidak jarang ‎kita jumpai, mereka berlaku tidak jujur dalam menjalankan roda bisnisnya. ‎Dalam perkataan, misalnya, mereka bahkan berani bersumpah atas nama Allah ‎untuk meyakinkan pembeli agar tertarik untuk membeli barang dagangannya. ‎Dalam tindakan, ada pedagang yang mengurangi timbangannya dengan ‎beragam cara, dengan tujuan mendapat keuntungan lebih banyak dari kondisi ‎timbangan normal.‎

Para pejabat publik, demi memenuhi pundi-pundi kekayaannya, ‎seringkali melakukan tindak kebohongan; korupsi, kolusi, penyalahgunaan ‎wewenang dan jabatan, menjadi hal yang dianggapnya lumrah.‎

Halaman:

Editor: Alif Niyu Ramdhan Rusyadi

Sumber: Dr. Rd. Ahmad Buchari, S.IP, M.Si.


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah