MUDANESIA - Perhelatan Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) di tingkat mahasiswa khususnya pada divisi Fixed Wing menjadi salah satu tolok ukur pencapaian generasi muda di bidang teknologi kedirgantaraan.
Mengambil tema ”Pengiriman Paket Darurat Pada Wilayah Karantina”, para peserta ditantang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) untuk mengaplikasikan keilmuannya dalam menerbangkan pesawat tanpa awak (UAV) dan menyelesaikan misi kemanusiaan.
PIC juri di divisi Fixed Wing (FW) Mona Arif Muda Batubara menjelaskan, untuk mengirimkan paket tersebut para peserta harus terlebih dahulu membuat pesawat sendiri.
Panjang sayap pada pesawat tanpa awak di kategori ini yakni 1,5 meter -2 meter.
"Fixed wing yang digunakan peserta itu panjang wing sekitar 1,5 -2 meter, mampu mengangkut beban atau payload (muatan) seberat 1,5 kg. Beban yang mereka angkat adalah kamera dan payload yang beratnya 500 gram, kemudian mereka dropping di dropping zone," ujar Mona di sela menjuri kepada Mudanesia, pada Kamis, 18 November 2021.
Tercatat ada 22 tim dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang mengirimkan perwakilannya di divisi ini.
Setiap peserta mengikuti perlombaan ini dari daerah masing-masing secara live yang dipantau oleh tim juri di ruang Auditorium GBH Ariyo Mataram SH Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah.
Baca Juga: Berikut KODE REDEEM ML Mobile Legends 19 November 2021: PALING BARU!
Meski terkendala musim hujan, dari monitor tim juri terlihat para peserta berusaha untuk memenuhi setiap detil tugas yang harus diselesaikan.
Mereka, kata Mona, harus melakukan monitoring atau menemukan target lokasi dropping paket dari data video, Kemudian, wahana atau pesawat terbang tanpa awaknya mampu terbang mengelilingi objek (minimum tiga kali loitering) untuk mendapatkan data video yang lebih jelas.
"Lalu melakukan Payload Dropping yakni menjatuhkan paket pada dropping zone, dan mengambil gambar untuk keperluan pemetaan (Mapping) akses jalur darat dari pusat kendali (GCS) ke lokasi dropping zone pada area karantina Covid-19," ujar Mona melanjutkan.
Dengan berlangsungnya kontes di divisi Fixed Wing, Mona melanjutkan, pihaknya ingin mencari sumber daya manusia yang dapat menguasai teknologi wahana tanpa awak di Indonesia.
Baca Juga: Bingung Cari Keterangan dari Suatu Barang atau Gambar? Google Bagikan Cara Telusurinya dengan Mudah
Indonesia, kata Mona, banyak membutuhkan teknologi ini untuk kehidupan sehari-hari, diantaranya kebutuhan di pertanian, perkebunan, dan sipil.
"Di pertanian kebutuhan teknologi tanpa awak masif sekali pada bidang precision agriculture. Pada industry revolution 4.0 pada perkebunan dan pertanian salah satu wanaha yang digunakan adalah ini (UAV/pesawat tanpa awak)," ujar Mona.
Peluang lain terkait dengan kebutuhan terhadap pesawat tanpa awak Fixed Wing juga sebagai persiapan untuk melakukan tanggap bencana secara cepat.
Dengan memiliki kemampuan respons cepat melalui udara, maka dapat meminimalkan adanya korban.
Ada hal yang penting, kata Mona, bahwa seluruh wilayah Nusantara berpotensi terjadinya bencana. Untuk menghadapi itu, Indonesia membutuhkan SDM di bidang mitigasi bencana. Tugasnya yakni mulai dari perencanaan sebelum bencana hingga pada saat bencana terjadi.
"Tugas kita mempersiapkan itu semua melalui kampus yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, agar mampu menyediakan SDM itu," ujarnya optimistis.***