Merasa Resah, Masyarakat Penggarap Lahan Negara di Kawasan Punclut Akan Datangi Satgas Anti Mafia Tanah

- 10 Juni 2021, 14:11 WIB
Masyarakat yang sudah puluhan tahun menggarap lahan negara yang berada di kawasan Punclut, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, merasa resah dan tidak nyaman karena aksi sepihak yang dilakukan PT DAM Utama Sakti Prima yang berupaya mengambil lahan garapannya.
Masyarakat yang sudah puluhan tahun menggarap lahan negara yang berada di kawasan Punclut, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, merasa resah dan tidak nyaman karena aksi sepihak yang dilakukan PT DAM Utama Sakti Prima yang berupaya mengambil lahan garapannya. /MUDANESIA / Raden Bagja/

MUDANESIA – Masyarakat yang sudah puluhan tahun menggarap lahan negara yang berada di kawasan Punclut, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, merasa resah dan tidak nyaman karena aksi sepihak yang dilakukan PT DAM Utama Sakti Prima yang berupaya mengambil lahan garapannya.

Kasus ini akan dilaporkan ke Satgas Mafia Tanah agar masalah ini bisa diselesaikan secara cepat dan tuntas.

Jika dirunut ke belakang, lahan yang digarap warga di kawasan Punclut secara turun-temurun ini, pada tahun 1961 lahan itu pernah disertifikasi atas nama Yayasan Bandung Baru. Namun pada tahun 1997 dibatalkan oleh Menteri Agraria yang kala itu dijabat Soni Harsono dengan alasan ditelantarkan dan tidak dikelola oleh pemegang sertifikat.

Baca Juga: Pungutan PPN Sembako Akan Semakin Sengsarakan Masyarakat di Masa Pandemi

Dalam surat pembatalan tersebut, juga disertakan bahwa PT DAM Utama Sakti Prima sebagai pemilik ijin lokasi dan diwajibkan mengganti rugi terhadap pemegang sertifikat. Memasuki tahun 2002 pihak perusahaan melakukan upaya pelepasan garapan terhadap masyarakat dengan nilai ganti rugi Rp5 ribu per meternya.

“Kalau bicara pelepasan garapan bukan objek tanahanya tapi pengelolaannya karena tanahnya milik negara,” kata Juru Bicara Paguyuban Padumukan Punclut, Dedi Herliadi, Kamis 10 Juni 2021.

Tapi kenyataan di lapangan, lanjut Dedi, sejak tahun 2002 perusahaan tidak pernah menguasai dan menggarap lahan dan masyarakat yang tetap menggarap lahan tersebut. Akan tetapi perusahaan seolah pemilik lahan mengeluarkan ijin garapan bagi masyarakat.

Baca Juga: Kasus Pengadaan Proyek Tanggap Darurat COVID-19 di Kabupaten Bandung Barat, 3 PNS Diperiksa KPK

“Kami mempertanyakan kapasitas dan dasar perusahaan mengeluarkan ijin garap karena sebagai penggarap tidak dibenarkan oleh aturan melakukan hal itu, kecuali status lahannya hak milik,” ungkapnya.

Halaman:

Editor: Raden Bagja


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah