Sering Disalahartikan, Berikut Bedanya Diare Kronis dan GERD

- 22 Januari 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi Gerd
Ilustrasi Gerd /Pixabay/

MUDANESIA – Di Indonesia masih banyak masyarakat yang belum mengenal tentang penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD) atau radang usus kronis.

Tak jarang yang menganggapnya sebagai diare, tifus ataupun Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).

Seringkali masyarakat sulit membedakan keduanya. Padahal keduanya berbeda satu sama lain.

Baca Juga: Harga Daging Sapi Naik Terus, Pedagang Bakso Terpaksa Kurangi Hal Ini Biar Tidak Merugi

Inflammatory Bowel Disease (IBD)

Pada dasarnya, Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan penyakit autoimun yang bersarang di saluran pencernaan yang terdiri dari dua jenis yakni kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.

Pada kolitis ulseratif, peradangan hanya terjadi di area usus besar. Sedangkan pada penyakit Crohn, peradangan bisa terjadi di bagian saluran pencernaan manapun.

Seperti penyakit autoimun lainnya, penyebab pasti dari terjadinya IBD belum diketahui secara jelas. Dan seperti penyakit autoimun lain, IBD tidak bisa benar-benar disembuhkan namun penderitanya bisa mencapai remisi melalui terapi pengobatan.

Baca Juga: Info Loker Januari 2021, PT Boma Bisma Indra Ajak Kerja Lulusan S1 Hukum di Surabaya

Gejala paling banyak yang dikeluhkan penderita IBD adalah diare kronik atau diare yang berlangsung cukup lama sekitar dua minggu atau lebih.

Gejala lain yang cukup sering dikeluhkan penderita IBD adalah buang air besar berdarah, penurunan berat badan, dan nyeri perut.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah melakukan peneropongan pada saluran pencernaan melalui kolonoskopi. Diare kronik dan buang air besar berdarah sudah menjadi indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi pada pasien.

Baca Juga: Daftar Soundtrack Mr. Queen, dari Musik Rock sampai Lagu Berirama Riang

Pasien IBD disarankan untuk menyantap makanan rendah serat agar usus yang sedang meradang diberikan kesempatan istirahat. Namun bila kondisi dalam keadaan baik, pasien IBD disarankan untuk menyantap makanan tinggi serat dan rendah lemak.

Makanan yang tidak sehat seperti makanan berpengawet dan berperisa juga sebaiknya dihindari.

Beberapa hal lain yang perlu dijaga selain asupan makan adalah pola hidup. Salah satunya adalah berhenti merokok dan menjauhi rokok.

Baca Juga: Unggah Permintaan Maaf di Instagram, Park Si Yeon Ungkap Alasan Menabrak Mobil

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

GERD (gastroesophageal reflux disease) atau penyakit asam lambung disebabkan oleh melemahnya katup atau sfingter yang terletak di kerongkongan bagian bawah.

Normalnya, katup ini akan terbuka untuk memungkinkan makanan serta minuman masuk menuju lambung dan dicerna. Setelah makanan atau minuman masuk ke lambung, katup ini akan tertutup kencang guna mencegah isi lambung kembali naik ke kerongkongan.

Baca Juga: Info Loker Januari 2021, Bank CIMB Niaga Membuka Kesempatan untuk Bergabung bagi Lulusan Baru

Namun pada penderita GERD, katup ini melemah, sehingga tidak dapat menutup dengan baik. Hal ini mengakibatkan isi lambung yang berisi makanan dan asam lambung naik ke kerongkongan.

Gejala yang biasa terjadi saat asam lambung naik adalah rasa asam atau pahit di mulut dan sensasi perih atau panas terbakar di dada dan ulu hati. Kedua gejala ini biasanya akan semakin memburuk saat penderita membungkuk, berbaring, atau setelah makan.

GERD terkadang disalah artikan dengan serangan jantung, karena keduanya sama-sama menimbulkan sensasi perih di dada dan nyeri ulu hati. Akan tetapi, gejala kedua penyakit ini bisa dibedakan.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta Malam Ini 19 Januari 2021, Mama Rossa Ambruk, Tahu Andin Pembunuh Roy

Nyeri ulu hati atau nyeri pada bagian dada karena serangan jantung biasanya dirasakan sangat berat, menjalar hingga ke lengan, leher, atau rahang, dan biasanya muncul setelah melakukan aktivitas fisik.

Sedangkan nyeri ulu hati karena gejala GERD umumnya disertai adanya rasa asam pada mulut, tidak diperparah oleh aktivitas fisik, tidak menyebar hingga ke lengan atau leher, dan dirasakan semakin berat saat berbaring.

Untuk mengatasi GERD, perlu dilakukan perubahan gaya hidup diantaranya seperti menurunkan berat badan, tidak merokok, meninggikan kepala ketika tidur, tidak berbaring dalam waktu 2 hingga 3 jam setelah makan, menghindari alkohol, susu, makanan pedas dan berlemak dan tidak mengenakan pakaian yang terlalu ketat.***

Editor: Sofia Khansa

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah